14 Juni 2016

Posted by Lorong Teater Subang On 11:19
Ditulis ulang oleh: Lorong Teater

Pemeran teater membutuhkan kepekaan rasa. Dalam menghayati karakter peran, semua emosi tokoh yang diperankan harus mampu diwujudkan. Oleh karena itu, latihan-latihan yang mendukung kepekaan rasa perlu dilakukan. Terlebih dalam konteks aksi dan reaksi. Orang pemeran tidak hanya memikirkan ekspresi karakter tokoh yang diperankan saja, tetapi juga harus memberikan respons terhadap ekspresi tokoh lain.
Banyak pemeran yang hanya mementingkan ekspresi yang diperankan sehingga dalam benaknya hanya melakukan aksi. Adalah, akting adalah kerja aksi dan reaksi. Seorang pemeran yang hanya melakukan aksi berarti baru mengerjakan separuh tugasnya. Tugas yang lain adalah memberikan reaksi (Mary Mc Tigue, 1992). Dengan demikian, latihan olah rasa tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan kepekaan rasa dalam diri sendiri, tetapi juga perasaan terhadap karakter lawan main. Latihan olah rasa dimulai dari konsentrasi, mempelajari gesture, dan imajinasi.

Konsentrasi
Pengertian konsentrasi secara harfiah adalah pemusatan pikiran atau perhatian. Makin menarik perhatian, makin tinggi kesanggupan memusatkan perhatian. Pusat perhatian seorang pemeran adalah sukma atau jiwa peran atau karakter yang akan dimainkan. Segala sesuatu yang mengalihkan perhatian seorang pemeran, cenderung dapat merusak proses pemeranan. Maka, konsentrasi menjadi sesuatu yang penting untuk pemeran.
Tujuan dari konsentrasi ini adalah untuk mencapai kondisi kontrol mental maupun fisik di atas panggung. Ada korelasi yang sangat dekat antara pikiran dan tubuh. Seorang pemeran harus dapat mengontrol tubuhnya setiap saat. Langkah awal yang perlu diperhatikan adalah mengasah kesadaran dan mampu menggunakan tubuhnya dengan efisien. Dengan konsentrasi pemeran akan dapat mengubah dirinya menjadi orang lain, yaitu peran yang dimainkan.
Dunia teater adalah dunia imajiner atau dunia rekaan. Dunia tidak nyata yang diciptakan seorang penulis akun dan diwujudkan oleh pekerja teater. Dunia ini harus diwujudkan menjadi sesuatu yang seolah-olah nyata dan dapat dinikmati serta meyakinkan penonton. Kekuatan pemeran untuk mewujudkan dunia rekaan ini hanya bisa dilakukan dengan kekuatan daya konsentrasi. Misalnya seorang pemeran melihat sesuatu yang menjijikan (meskipun sesuatu itu tidak ada di atas pentas) maka ia harus meyakinkan kepada penonton bahwa sesuatu yang dilihat benar-benar menjijikan. Kalau pemeran dengan tingkat konsentrasi yang rendah maka dia tidak akan dapat meyakinkan penonton.
Latihan konsentrasi bisa dilakukan dengan melatih lima indra yang ada pada tubuh. Latihan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengalaman tentang berbagai suasana yang kemudian disimpan dalam ingatan sebagai sumber ilham. Selain itu, latihan konsentrasi dapat berupa permainan. Terdapat berbagai jenis permainan yang dapat digunakan untuk melatih konsentrasi dan mengontrol emosi.

Gesture
Gesture adalah sikap atau pose tubuh pemeran yang mengandung makna. Latihan gesture dapat digunakan untuk mempelajari dan melahirkan bahasa tubuh. Ada juga yang mengatakan bahwa gesture adalah bentuk komunikasi nun verbal yang diciptakan oleh bagian-bagian tubuh yang dapat dikombinasikan dengan bahasa verbal. Bahasa tubuh dilakukan oleh seseorang terkadang tanpa disadari dan keluar mendahului bahasa verbal. Bahasa ini mendukung dan berpengaruh dalam proses komunikasi. Jika berlawanan dengan bahasa verbal akan mengurangi kekuatan komunikasi, sedangkan kalau selaras dengan bahasa verbal akan menguatkan proses komunikasi. Seorang pemeran harus memahami bahasa tubuh, baik bahasa tubuh budaya sendiri maupun bahasa tubuh budaya lainnya.
Pemakaian gesture ini mengajak seseorang untuk menampilkan variasi bahasa atau bermacam-macam cara mengungkapkan perasaan dan pemikiran. Akan tetapi, gesture tidak dapat menggantikan bahasa verbal sepenuhnya. Sedang beberapa orang menggunakan gesture sebagai tambahan dalam kata-kata ketika melakukan proses komunikasi.
Manfaat mempelajari gesture adalah mengerti apa yang tidak terkatakan dan yang ada dalam pikiran lawan bicara selain itu, dengan mempelajari bahasa tubuh, akan diketahui kebohongan atau tanda-tanda kebosanan pada proses komunikasi yang sedang berlangsung. Bahasa tubuh semacam respons atau impuls dalam batin seseorang yang keluar tanpa disadari. Sebagai seoran gpemeran, gesture harus disadari dan diciptakan sebagai penguat komunikasi dengan bahasa verbal.
Sifat bahasa tubuh adalah tidak universal. Misalnya, orang India, mengangguk tandanya tidak setuju sedangkan menggeleng artinya setuju. Hal ini berlawanan dengan bangsa-bangsa lain. Tangan mengacung dengan jari telunjuk dan jempol membentuk lingkaran, bagi orang Prancis artinya nol, bagi orang Yunani berarti penghinaan, tetapi bagi orang Amerika artinya bagus. Jadi bahasa tubuh harus dipahami oleh pemeran sebagai pendukung bahasa verbal. (Baca juga:Gesture)

Imajinasi
Imajinasi adalah proses pembentukan gambaran-gambaran baru dalam pikiran, dimana gambaran tersebut tidak pernah dialami sebelumnya. Belajar imajinasi dapat menggunakan fungsi “jika” atau dalam istilah metode pemeranan Stanilavski disebut magic-if. Latihan imajinasi bagi pemeran berfungsi mengidentifikasi peran yang akan dimainkan. Selain itu, seorang pemeran juga harus berimajinasi tentang pengalaman hidup peran yang akan dimainkan.
Hal-hal yang perlu diketahui ketika berimajinasi:
·      Imajinasi menciptakan hal-hal yang mungkin ada atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat hal-hal yang tidak ada, tidak pernah ada, dan tidak akan pernah ada.
·      Imajinasi tidak bisa dipaksa, tetapi harus dibujuk untuk bisa digunakan. Imajinasi tidak akan muncul jika direnungkan tanpa suatu objek yang menarik. Objek berfungsi untuk menstimulasi atau merangsang pikiran. Baik hal yang logis maupun yang tidak logis. Dengan berpikir, maka akan terjadi proses imajinasi.
·      Imajinasi tidak akan muncul dengan pikiran yang pasif, tetapi harus dengan pikiran yang aktif. Melatih imajinasi sama dengan mempekerjakan pikiran-pikiran untuk terus berpikir. Pikiran bisa disuruh untuk mempertanyakan segala sesuatu. Dengan stimulus pertanyaan-pertanyaan atau menggunakan stimulus “seandainya”, maka akan memunculkan gambaran pengadaiannya.
·      Belajar imajinasi harus menggunakan plot yang logis, dan jangan menggambarkan suatu objek yang tidak pasti (perkiraan).
·      Untuk membangkitkan imajinasi peran gunakan pertanyaan: siapa, dimana, dan apa. Misalnya, “siapa Hamlet itu?”, maka pikiran dipaksa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Usaha menjawab pertanyaan itu akan membawa pikiran untuk mengimajinasikan sosok.

Sumber:

Santosa, E., Subagiyo, H., Ardianto, H., Arizona, N., & Sulistiyo, N. h. (2008). Seni teater jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

0 comments:

Posting Komentar