Ditulis ulang oleh: Lorong Teater
Pemeran teater membutuhkan kepekaan rasa. Dalam menghayati
karakter peran, semua emosi tokoh yang diperankan harus mampu diwujudkan. Oleh karena
itu, latihan-latihan yang mendukung kepekaan rasa perlu dilakukan. Terlebih dalam
konteks aksi dan reaksi. Orang pemeran tidak hanya memikirkan ekspresi karakter
tokoh yang diperankan saja, tetapi juga harus memberikan respons terhadap
ekspresi tokoh lain.
Banyak pemeran yang hanya mementingkan ekspresi yang
diperankan sehingga dalam benaknya hanya melakukan aksi. Adalah, akting adalah
kerja aksi dan reaksi. Seorang pemeran yang hanya melakukan aksi berarti baru
mengerjakan separuh tugasnya. Tugas yang lain adalah memberikan reaksi (Mary Mc
Tigue, 1992). Dengan demikian, latihan olah rasa tidak hanya berfungsi untuk
meningkatkan kepekaan rasa dalam diri sendiri, tetapi juga perasaan terhadap
karakter lawan main. Latihan olah rasa dimulai dari konsentrasi, mempelajari gesture, dan imajinasi.
Konsentrasi
Pengertian konsentrasi secara harfiah adalah pemusatan
pikiran atau perhatian. Makin menarik perhatian, makin tinggi kesanggupan
memusatkan perhatian. Pusat perhatian seorang pemeran adalah sukma atau jiwa
peran atau karakter yang akan dimainkan. Segala sesuatu yang mengalihkan
perhatian seorang pemeran, cenderung dapat merusak proses pemeranan. Maka,
konsentrasi menjadi sesuatu yang penting untuk pemeran.
Tujuan dari konsentrasi ini adalah untuk mencapai kondisi
kontrol mental maupun fisik di atas panggung. Ada korelasi yang sangat dekat
antara pikiran dan tubuh. Seorang pemeran harus dapat mengontrol tubuhnya
setiap saat. Langkah awal yang perlu diperhatikan adalah mengasah kesadaran dan
mampu menggunakan tubuhnya dengan efisien. Dengan konsentrasi pemeran akan
dapat mengubah dirinya menjadi orang lain, yaitu peran yang dimainkan.
Dunia teater adalah dunia imajiner atau dunia rekaan. Dunia tidak
nyata yang diciptakan seorang penulis akun dan diwujudkan oleh pekerja teater. Dunia
ini harus diwujudkan menjadi sesuatu yang seolah-olah nyata dan dapat dinikmati
serta meyakinkan penonton. Kekuatan pemeran untuk mewujudkan dunia rekaan ini
hanya bisa dilakukan dengan kekuatan daya konsentrasi. Misalnya seorang pemeran
melihat sesuatu yang menjijikan (meskipun sesuatu itu tidak ada di atas pentas)
maka ia harus meyakinkan kepada penonton bahwa sesuatu yang dilihat benar-benar
menjijikan. Kalau pemeran dengan tingkat konsentrasi yang rendah maka dia tidak
akan dapat meyakinkan penonton.
Latihan konsentrasi bisa dilakukan dengan melatih lima indra
yang ada pada tubuh. Latihan ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengalaman
tentang berbagai suasana yang kemudian disimpan dalam ingatan sebagai sumber
ilham. Selain itu, latihan konsentrasi dapat berupa permainan. Terdapat berbagai
jenis permainan yang dapat digunakan untuk melatih konsentrasi dan mengontrol
emosi.
Gesture
Gesture adalah
sikap atau pose tubuh pemeran yang mengandung makna. Latihan gesture dapat digunakan untuk
mempelajari dan melahirkan bahasa tubuh. Ada juga yang mengatakan bahwa gesture adalah bentuk komunikasi nun verbal
yang diciptakan oleh bagian-bagian tubuh yang dapat dikombinasikan dengan
bahasa verbal. Bahasa tubuh dilakukan oleh seseorang terkadang tanpa disadari
dan keluar mendahului bahasa verbal. Bahasa ini mendukung dan berpengaruh dalam
proses komunikasi. Jika berlawanan dengan bahasa verbal akan mengurangi
kekuatan komunikasi, sedangkan kalau selaras dengan bahasa verbal akan
menguatkan proses komunikasi. Seorang pemeran harus memahami bahasa tubuh, baik
bahasa tubuh budaya sendiri maupun bahasa tubuh budaya lainnya.
Pemakaian gesture ini
mengajak seseorang untuk menampilkan variasi bahasa atau bermacam-macam cara
mengungkapkan perasaan dan pemikiran. Akan tetapi, gesture tidak dapat menggantikan bahasa verbal sepenuhnya. Sedang beberapa
orang menggunakan gesture sebagai
tambahan dalam kata-kata ketika melakukan proses komunikasi.
Manfaat mempelajari gesture
adalah mengerti apa yang tidak terkatakan dan yang ada dalam pikiran lawan
bicara selain itu, dengan mempelajari bahasa tubuh, akan diketahui kebohongan
atau tanda-tanda kebosanan pada proses komunikasi yang sedang berlangsung. Bahasa
tubuh semacam respons atau impuls dalam batin seseorang yang keluar tanpa
disadari. Sebagai seoran gpemeran, gesture
harus disadari dan diciptakan sebagai penguat komunikasi dengan bahasa verbal.
Sifat bahasa tubuh adalah tidak universal. Misalnya, orang India,
mengangguk tandanya tidak setuju sedangkan menggeleng artinya setuju. Hal ini
berlawanan dengan bangsa-bangsa lain. Tangan mengacung dengan jari telunjuk dan
jempol membentuk lingkaran, bagi orang Prancis artinya nol, bagi orang Yunani berarti
penghinaan, tetapi bagi orang Amerika artinya bagus. Jadi bahasa tubuh harus
dipahami oleh pemeran sebagai pendukung bahasa verbal. (Baca juga:Gesture)
Imajinasi
Imajinasi adalah proses pembentukan gambaran-gambaran baru
dalam pikiran, dimana gambaran tersebut tidak pernah dialami sebelumnya. Belajar
imajinasi dapat menggunakan fungsi “jika” atau dalam istilah metode pemeranan
Stanilavski disebut magic-if. Latihan
imajinasi bagi pemeran berfungsi mengidentifikasi peran yang akan dimainkan. Selain
itu, seorang pemeran juga harus berimajinasi tentang pengalaman hidup peran
yang akan dimainkan.
Hal-hal yang perlu diketahui ketika berimajinasi:
·
Imajinasi menciptakan hal-hal yang mungkin ada
atau mungkin terjadi, sedangkan fantasi membuat hal-hal yang tidak ada, tidak
pernah ada, dan tidak akan pernah ada.
·
Imajinasi tidak bisa dipaksa, tetapi harus
dibujuk untuk bisa digunakan. Imajinasi tidak akan muncul jika direnungkan
tanpa suatu objek yang menarik. Objek berfungsi untuk menstimulasi atau
merangsang pikiran. Baik hal yang logis maupun yang tidak logis. Dengan berpikir,
maka akan terjadi proses imajinasi.
·
Imajinasi tidak akan muncul dengan pikiran yang
pasif, tetapi harus dengan pikiran yang aktif. Melatih imajinasi sama dengan
mempekerjakan pikiran-pikiran untuk terus berpikir. Pikiran bisa disuruh untuk
mempertanyakan segala sesuatu. Dengan stimulus pertanyaan-pertanyaan atau
menggunakan stimulus “seandainya”, maka akan memunculkan gambaran pengadaiannya.
·
Belajar imajinasi harus menggunakan plot yang
logis, dan jangan menggambarkan suatu objek yang tidak pasti (perkiraan).
·
Untuk membangkitkan imajinasi peran gunakan
pertanyaan: siapa, dimana, dan apa. Misalnya, “siapa Hamlet itu?”, maka pikiran
dipaksa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Usaha menjawab pertanyaan itu akan membawa
pikiran untuk mengimajinasikan sosok.
Sumber:
Santosa, E., Subagiyo, H., Ardianto, H., Arizona, N.,
& Sulistiyo, N. h. (2008). Seni teater jilid 2. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
0 comments:
Posting Komentar